Unknown
BAB I
PENDAHULUAN

Makna  moral  /  etika   Kristiani  sangat  penting  bagi  kehidupan  orang  Kristen.  Manusia  sebagai ciptaan  Allah  berimplikasi  pada  eratnya hubungan antara Iman dan Perilaku  manusia dalam  rangka tanggung jawab  pada Pencipta. Etika Kristen sebagai ilmu mempunyai fungsi dan  misi  yang khusus  dalam hidup  manusia  yakni petunjuk  dan penuntun  tentang  bagaimana manusia sebagai pribadi dan kelompok harus mengambil keputusan tentang apa yang seharusnya  berdasarkan kehendak  dan Firman Tuhan. Etika Kristen adalah Ilmu yang meneliti, menilai dan  mengatur tabiat  dan  tingkah   laku  manusia  dengan  memakai  norma  kehendak  dan perintah  Allah sebagaimana  dinyatakan  dalam  Yesus  Kristus.



BAB II
PERMASALAHAN
A.      MASALAH MORAL
 Dalam kehidupan sehari-hari tindakan moral adalah tindakan yang paling menentukan kualitas baik buruknya hidup seseorang. Agar tindakan moral seseorang memenuhi kriteria moral yang baik, ia perlu mendasarkan tindakanya pada prinsip-prinsip moral secara tepat. Prinsip-prinsip moral yang dimaksud di sini adalah prinsip sikap baik, keadilan dan hormat terhadap diri sendiri. Prinsip-prinsip moral tersebut disebutkan rasanya juga perlu untuk dikembangkan lebih jauh. Artinya, prinsip moral semcam itu diandaikan hanyalah berlaku bagi sesama manusia. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak hanya berjumpa dan berinteraksi dengan sesamanya. Bisa saja terjadi bahwa seseorang lebih sering berinteraksi dan berhubungan dengan makhluk non-human atau lingkungan hidup di mana ia tinggal, bekerja dan hidup. Maka rasanya kurang memadai jika dalam konteks tersebut tidak terdapat prinsip-prinsip moral yang jelas seperti ketika seseorang menghadapi sesamanya. Dengan kata lain, rasanya akan lebih baik jika terdapat prinsip-prinsip moral yang menjadi penentu baik buruknya tindakan seseorang dengan lingkungan hidup dan unsur-unsur kehidupan lain di dalamnya.  
            Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya jika kita kembali pada pemahaman tentang teori etika life-centered. Kita kembali pada konsep etika tersebut karena melalui pendekatan etika tersebut,  kita dapat menemukan konsep moral yang lebih memadai bagi manusia dalam menentukan sikap, tindakan dan perspektifnya terhadap lingkungan hidup dan makhluk non-human. Life-centered atau biosentris posisi mungkin kelihatan sebagai sebuah pendirian yang aneh. Bagi beberapa orang, hal itu mungkin dianggap keliru, khususnya ketika semua bintang dan tumbuhan dimasukkan sebagai golongan subyek moral. Bagaimana mungkin kita sebagai manusia punya kewajiban dan tanggung jawab terhadap nyamuk, cacing, semut dan lebah? Alasan apa yang dapat membenarkan pandangan semacam itu? Apakah ada artinya membicarakan tentang bagaimana memperlakukan tanaman atau jamur dengan benar atau salah? Pertanyaan-pertanyaan tersebut rasanya perlu lebih dahulu dijawab untuk menentukan apakah mereka yang kita bicarakan layak disebut sebagai agen moral.
Sebelum kita menjawab beberapa pertanyaan di atas, rasanya terlebih dahulu perlu kita ketahui  apa saja yang menjadi kriteria “sesuatu” dapat disebut sebagai agen moral. Yang dapat disebut sebagai agen moral adalah sebenarnya apa saja yang hidup, yang memiliki kapasitas kebaikan atau kebajikan sehingga dapat bertindak secara moral, memiliki kewajiban dan tanggungjawab, dan dapat dituntut untuk mempertanggungjawabkan tindakanya. Yang lebih penting lagi adalah;  agen moral dapat memberikan penilaian yang benar dan salah; dapat diajak dalam proses delibrasi moral;  dan dapat menentukan keputusan berdasarkan semua alasan yang telah disebutkan. Dengan melihat definisi tersebut, mingkin kita akan berpendapat bahwa semua itu adalah kapasitas yang hanya dimiliki oleh manusia. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah pendapat semacam itu benar seluruhnya?
Dugaan bahwa seluruh kapasitas sebagai agen moral di atas hanya dimiliki oleh manusia tidaklah seluruhnya benar. Dalam kenyataan ada juga pengecualian-pengecualian yang dapat menjadi halangan bagi manusia untuk menjadi agen-agen moral, contohnya adalah anak-anak yang masih berada di bawah umur dan mereka yang mengalami cacat mental. Anak-anak dan mereka yang mengalami cacat mental jelas-jelas adalah manusia. Akan tetapi, mereka tidak dapat disebut sebagai agen moral sebab mereka memiliki keterbatasan baik yang tidak permanen maupun yang permanen. Oleh karena itu, apabila mereka melakukan tindakan yang melanggar nilai-nilai moral tidak dapat dikenakan sanksi.


B.      Masalah Etika
Masalah lingkungan hidup menjadi masalah etika karena manusia seringkali “lupa” dan kehilangan orientasi dalam memperlakukan alam. Karena “lupa” dan kehilangan orientasi itulah, manusia lantas memperlakukan alam secara tidak bertanggungjawab. Dalam keadaan seperti itu, mereka juga tidak lagi menjadi kritis. Oleh karena itulah pendekatan etis dalam menyikapi masalah lingkungan hidup sungguh sangat diperlukan. Pendekatan tersebut pertama-tama dimaksudkan untuk menentukan sikap, tindakan dan perspektif etis  serta manejemen perawatan lingkungan hidup dan seluruh anggota ekosistem di dalamnya dengan tepat. Maka, sudah sewajarnyalah jika saat ini dikembangkan etika lingkungan hidup dengan opsi “ramah”  terhadap lingkungan hidup.
Pada umumnya, paling tidak semenjak jaman modern, orang lebih suka menggunakan pendekatan etika human-centered dalam memperlakukan lingkungan hidup. Melalui pendekatan etika ini, terjadilah ketidakseimbangan relasi antara manusia dan lingkungan hidup. Dalam kegiatan praktis, alam kemudian dijadikan “obyek” yang dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan kebutuhan manusia. Sangat disayangkan bahwa pendekatan etika tersebut tidak diimbangi dengan usaha-usaha yang memadai untuk mengembalikan fungsi lingkungan hidup dan makhluk-makhluk lain yang ada di dalamnya. Dengan latar belakang seperti itulah kerusakan lingkungan hidup terus-menerus terjadi hingga saat ini.



BAB III
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN MORAL                                                            

Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

B.         PENGERTIAN ETIKA

 Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata  maka  kita akan mencari arti kata tersebut  dalam  kamus.  Tetapi  ternyata  tidak semua kamus   mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang  dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia  yang  lama  dengan  Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan  tentang  asas-asas  akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’  dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia  yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1.      ilmu tentang  apa yang baik  dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
2.      kumpulan  asas  atau nilai  yang  berkenaan  dengan akhlak;
3.      nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbandingan  kedua  kamus  tersebut  terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu  etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus  Bahasa Indonesia  yang baru  memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang  membaca sebuah kalimat di  berita surat kabar “Dalam  dunia  bisnis etika merosot terus” maka  kata  ‘etika’ di sini  bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut  tidak cocok  karena maksud dari kata ‘etika’ dalam  kalimat  tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam  Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
Arti kata ‘etika’ dalam Kamus  Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik  dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1.      nilai dan norma moral yang menjadi   pegangan  bagi  seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang  berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan  sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai  ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2.      kumpulan asas  atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah  kode etik.
 Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3.      ilmu tentang yang baik atau buruk.
                                                                                        
Etika  baru  menjadi ilmu bila  kemungkinan-kemungkinan  etis (asas-asas dan  nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang  begitu  saja diterima dalam suatu  masyarakat  dan sering kali tanpa  disadari menjadi bahan refleksi bagi  suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika  di sini  sama  artinya  dengan  filsafat  moral.
a.      Etika Dalam Perjanjian Lama
Etika  dan moral  Abraham dapat terlihat ketika ia dipanggil Allah dalam usianya yang ke 75.Pada saat itu, ia bersama dengan istrinya Sarai beserta keponakannya Lot menuju Kanaan melalui Sikhem dan Betel sekitar tahun 2091 SM (Kej 12:1-5). Abraham yang  pada waktu itu bernama Abram pergi hanya dengan berbekal iman kepada Tuhan dan ia sendiri tidak mengetahui bagaimana sebetulnya daerah Kanaan tersebut. Ketika ia sampai di Kanaan, ternyata negri itu sedang mengalami bencana kelaparan, oleh karena itu ia bersama dengan keluarganya pergi ke Mesir melalui Negep. Peristiwa Abraham yang menuruti perintah Allah memperlihatkan beberapa sikap iman dan moralnya, antara lain:
  1. Berani melangkah mentaati perintah Tuhan untuk menuju ke negeri yang belum diketahui keadaannya.
  2. Bersedia meninggalkan rumahnya dan pergi mengembara yang penuh suka duka serta ancaman bahaya.
  3. Ketika Abraham mencapai tempat  yang ia tuju, ada bencana  kelaparan disana, namun Abraham tidak meninggalkan tempat itu melainkan tetap percaya dan setia pada Tuhan.
  4. Percaya bahwa  Tuhan  pasti akan  memberikan yang terbaik dan hal itu terjadi hingga Abraham menjadi Bapa orang beriman bagi segala bangsa.
Selain dari sikap iman dan moral yang ditunjukkan Abraham, ada juga moral buruk yang ia tunjukkan ketika menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu:
  1. Ketika ia berada di Mesir dimana ia kuatir dirinya akan dibunuh supaya orang bisa mengambil istrinya.
  2. Abraham berbohong demi  menyelamatkan dirinya  dengan mengakui istrinya  sebagai adik.
  3. Sikap  egois  dan tidak  mengasihi istri dimana Abraham tidak melindungi  istrinya dan membiarkan  istrinya  rela  diambil  orang.
  4. Abraham tidak menyerahkan perlindungannya pada  Allah tetapi ia tenggelam pada perasaan takutnya yang bisa   mengancam  nyawanya.
b.      Etika Dalam Perjanjian Baru
Ajaran etik Yesus Kristus di  antaranya  terdapat dalam Injil-injil sinoptis (Matius, Markus, Lukas), salah  satu ajaran  tersebut  adalah khotbah di bukit (Mat 5-7; Luk 6:20-49). Dalam khotbah di bukit, Yesus mempermasalahkan etik orang farisi yang sangat berpegang teguh pada pelaksanaan hukum taurat tetapi tidak mengarah kepada kegenapan hukum  taurat dan kitab  para  nabi. Dalam  hal  ini  Yesus mengatakan bahwa "jika  hidup  keagamaanmu  tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya  kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga" (Mat 5:20) karena Kerajaan Allah  sudah  dekat  kepadamu (Luk 10:9.
Selain itu, ajaran etik Yesus juga meminta kepada manusia  untuk menjadi seorang manusia yang bersifat ilahi. Kata ilahi ini memiliki arti menjadi seseorang yang lebih baik dari yang lain. Sebagai contoh, Yesus mengajarkan "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapa yang menyuruh engkau berjalan  berjalan sejauh  satu mil, berjalanlah  bersama  dia sejauh dua mil. (Matius 5;39-41).
c.       Kegunaan Moral dan Etika
Etika adalah  pemikiran  yang  sistematis  tentang  moralitas, yang  dihasilkan  secara langsung bukan hanya kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis.
Ada beberapa alasan mengapa etika pada zaman ini semakin perlu yaitu:
1.       Kita hidup dalam masyarakat yang pluralistic, juga dalam bidang moralitas.
2.       Kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding.
3.       Kita seringkali cepat-cepat memeluk segala pandangan yang baru, tetapi juga sering menolak nilai-nilai hanya karena baru dan belum biasa.

d.      Hubungan Iman dan Moral/ Etika Kristen
Kata Iman dalam bahasa Ibrani disebut Emunah. Kata emunah hanya terdapat dalam  kitab  Habakuk  yang  diterjemahkan  dengan  kata  percaya  (Hab. 2:4), dan dalam kitab Ulangan  diterjemahkan  dengan  kata  kesetiaan (Ul. 32:20).  Padanan  kata  Emunah  dengan  kata  Iman  (Roma 1:17 ; Gal.3 :11; Ibr.10:38).
Dalam injil Yohanes  kata  Iman  lebih  banyak  memuat  kata  kerja  (pisteuo) dari pada  kata  benda  yang  menekankan  arti  aktif  dari  pada  statis. Bagaimana  manusia  dapat  hidup  dengan benar  sangat  tergantung  pada norma / kaidah hokum yang mengaturnya.  Etika Kristen  mengaku  bahwa  hanya  karena  Yesus Kristuslah  kita dapat  mengenal  Allah sebagaimana  adanya , didalam kedaulatan dan kemuliaan-Nya.  Didalam  kekekalanNya, keesaanNya, didalam KerohanianNya, didalam kasih  dan hikmatNya. Oleh Dialah kita  dapat mengenal Allah yang sejati sebagai Allah yang Tri Tunggal, yakni Bapa, Putera, dan Roh Kudus.
Demikian juga  untuk  tindakan  manusia  yang  diselidiki  dalam  etika  Kristen  berlaku  ucapan  : “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia,  dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Roma 13:36).
e.      Kesadaran Etis
Tahap-tahap perkembangan moral  menurut  psikolog  Kohlberh  terdiri  dari : Prakonvensional, Konvensional, Pascakonvensional, masing-masing  dibagi  menjadi  dua  jenjang  , sehingga  seluruhnya  menjadi  6 jenjang:
1.      Jenjang pertama, kesadaran  etis yang berorientasi  pada  hukumnya.
2.      Jenjang kedua,  tindakan moral  masih  kanak-kanak  tetapi  sudah lebih  rasional.
3.      Jenjang ketiga, kesadaran etis lebih berorientasi  untuk  menjadi  anggota  kelompok yang baik.
4.      Jenjang  keempat,  kesadaran etis  yang menunjukkan  pada  suatu  prinsip atau  hukum yang lebih tinggi.
5.      Jenjang kelima, kesadaran etis  yang berorientasi  pada  akal, hukum atau peraturan secara kritis, akal manusia  mempunyai  fungsi kreatif,  yang menciptakan yang lebih  benar  dan  lebih baik.
6.      Jenjang keenam,  pemikiran  moral seseorang  mencapai puncaknya,  yaitu  moralitas  yang berpusat pada suara  hati  nurani  dan keyakinan tentang  yang  baik dan benar  bagaikan seorang nabi dalam Alkitab.


BAB IV
PENUTUP / KESIMPULAN

1.      Agar tindakan moral seseorang memenuhi kriteria moral yang baik, ia perlu mendasarkan tindakanya pada prinsip-prinsip moral secara tepat
2.      Etika Kristen adalah salah satu etika yang ada.  Etika  Kristen  adalah Ilmu yang meneliti,  menilai,  dan mengatur tabiat dan tingkah laku manusia. Norma yang menjadi acuan  etika  Kristen  adalah Firman  Allah  dalam Alkitab.
3.      Etika Kristen dibutuhkan oleh  manusia  dengan 4 alasan:
·         Kita hidup dalam masyarakat  yang  pluralistik juga dalam bidang moralitas. Setiap hari bertemu dengan orang yang berlainan suku dan agama.
·         Kita hidup  dalam masa  transformasi  masyarakat yang tanpa tanding.
·         Proses perubahan sosial budaya yang dialami sering menawarkan ideologi-ideologi tertentu.
·         Etika diperlukan oleh agama untuk menemukan dasar  kemantapan  dalam  iman dan kepercayaan dalam kehidupan masyarakat yang berubah.
4.      Hubungan iman dan moral Kristen  berpangkalkan kepercayaan kepada Allah yang menyatakan diri didalam Yesus Kristus.


Download documentnya >>>>> klik disini
0 Responses

Posting Komentar